Sengketa-sengketa bisnis bisa terjadi antarsesama mitra bisnis yang saling menzalimi karena masing-masing pihak merasa memiliki hak yang belum terpenuhi.
Bogor, Jawa Barat (KPMI Bogor) – Kaum Muslimin diharapkan memahami syariat Islam, terutama tentang fikih yang berkaitan dengan muamalah dan bisnis, kata ustadz pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Koordinator Wilayah Bogor, Ahmad Suryana, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (28/9).
Nasihat singkat tersebut disampaikan dalam program KPMI Goes to Industry, di area peternakan ayam petelur Quanta Farm.
“Saya sering ke kantor-kantor dan bertemu dengan para pengusaha yang mengeluhkan problematika bisnis, termasuk sengketa bisnis, ketidakamanahan, dan kegagalan bisnis. Setelah saya urai, ternyata masalah induknya adalah karena mereka tidak memahami ilmu agama yang berkaitan dengan bisnis sehingga terjebak dalam sengketa bisnis,” ungkap Ust. Ahmad.
Sengketa-sengketa bisnis tersebut, lanjutnya, bukan hanya soal riba yang berkaitan dengan lembaga pembiayaan atau perbankan, tapi juga konflik antarsesama mitra bisnis yang saling menzalimi karena masing-masing pihak merasa memiliki hak dan merasa benar.
“Nah, semua itu bisa dihindari kalau acuan kita bukan perasaan pribadi. Kalau terjadi sengketa yang kita jadikan standar adalah aturan agama, aturan syariah atau aturan fikih, bukan mengedepankan ego masing-masing. Nah baru bisa diputuskan pihak mana yang diambil haknya atau pihak mana yang harus menyerahkan hak orang lain yang diambil oleh dirinya,” jelas Ust. Ahmad.
Untuk memitagasi hal-hal tersebut, Pembina KPMI Korwil Bogor tersebut mengimbau para pengurus, anggota dan calon anggota komunitas itu untuk mempelajari dan memahami fikih muamalah dengan sebenar-benarnya.
Memahami fikih muamalah bertujuan agar para pengusaha mengetahui batasan dari hak-hak yang dapat mereka ambil dari pihak lain dalam kerangka kerja sama atau kemitraan atau syirkah, baik di lingkup internal maupun eksternal.
Karena program perdana KPMI Goes to Industry digelar di perternakan ayam petelur yang berdiri di sisi Sungai Cisadane, ustadz juga membahas bisnis yang terkait langsung dengan lingkungan.
“Tentang hak-hak kepemilikan, dalam fikih muamalah ada beberapa hak yang berkaitan dengan lingkungan sekitar yang dinamakan dengan huquq al irtifaq, yakni hak-hak milik orang lain yang bersinggungan dengan properti milik kita, tapi mereka juga punya hak, misalnya untuk lewat atau mengalirkan air atau mendapatkan air dari properti milik kita,” urainya.
Ust. Ahmad memberikan contoh, haq syurb. “Syurb itu hak pihak yang berada di area yang terhalang oleh area pemilik properti untuk mendapatkan air irigasi.”
“Ini harus diperhatikan. Misalnya, di belakang tanah kita ternyata ada kampung yang tidak bisa mendapatkan air karena kita membuat pagar di area kandang. Nah, ini tidak boleh. Itu dosa. Kita tetap harus memberikan celah agar orang yang tinggal di belakang area kita mendapatkan akses air irigasi,” terangnya.
Berikutnya adalah hak mendapatkan air bersih bagi setiap warga yang berada di sekitar area bisnis atau di sekitar area properti, katanya.
“Jadi warga sekitar berhak mendapatkan akses. Misalnya, ada warga sebelah sana yang mengandalkan air Sungai Cisadane, tapi karena pemilik properti bikin kandangnya tinggi, akhirnya mereka tidak dapat akses air bersih untuk minum dan lain sebagainya. Nah ini tidak boleh,” ujarnya.
Berikutnya adalah hak majra, yaitu hak untuk mengalirkan air buangan, seperti got (selokan), katanya. “Kadang-kadang ada di beberapa kampung yang pengairannya tidak teratur, sehingga air buangan melintasi atau lewat di tengah halaman rumah orang.”
“Mengapa tidak beraturan seperti itu? Karena mereka tidak memahami hak-hak warga yang harusnya memang diatur, diberikan akses agar air buangan tidak mengalir ke tempat-tempat yang tidak semestinya. Ini diatur di dalam fikih muamalah,” ustadz menjelaskan.
“Kemudian yang terakhir, hak murur, yaitu hak lewat,” katanya.
“Jadi kalau kita membangun sebuah properti ap apun itu, dan ada warga yang tinggal di belakang area kita, dan tidak ada jalan lain kecuali melewati area kita, maka kita harus memberikan akses hak jalan, sehingga warga punya jalan keluar masuk area permukiman mereka,” terangnya.
KPMI Goes to Industry juga mengundang masyarakat luas, baik yang telah menjadi pengusaha maupun calon pengusaha, untuk bergabung dalam ‘obrolan bisnis’ yang bermanfaat, yang diharapkan memperluas jaringan dan ekosistem bisnis di antara mereka.
KPMI Goes to Industry merupakan peluang bagi para pengusaha untuk memberikan edukasi mengenai sistem bisnis dan produk mereka, sekaligus mempromosikan produk-produk andalannya.
KPMI Goes to Industry juga membuka peluang untuk berkolaborasi, bersinergi dan berbagi, khususnya di kalangan pelaku usaha.
Laporan: KPMI Bogor