Pemanfaatan platform e-commerce online berdampak pada lebih besarnya pangsa pasar daring dibandingkan pelanggan NAVAKA Home yang langsung berkunjung ke toko.
Bogor, Jawa Barat (KPMI Bogor) – Mengaku ‘gaptek’ (gagap teknologi), tapi Rina Setiawati Subandi, pemilik toko furniture NAVAKA Home, justru mengandalkan platform e-commerce dalam jaringan (daring) untuk memasarkan produk-produknya hingga menjangkau pasar seluruh Indonesia.
“Awalnya saya sering live di Facebook untuk mengenalkan produk-produk NAVAKA. Lalu, pindah ke Instagram, dan akhirnya sekarang lebih banyak memanfaatkan TikTok,” ungkap Rina saat menguraikan perjalanan bisnisnya dalam kegiatan ‘KPMI Goes to Industry’ yang digelar di NAVAKA Home, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Ahad (19/10).
KPMI Goes to Industry merupakan program berkala yang diselenggarakan oleh Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Koordinator Wilayah (Korwil) Bogor, dengan mengundang masyarakat umum berkunjung ke lokasi atau fasilitas industri guna membangun sinergi dan kolaborasi di kalangan para pengusaha dan calon pengusaha.
Lebih lanjut Rina menerangkan bahwa pemanfaatan platform e-commerce online berdampak pada lebih besarnya pangsa pasar daring dibandingkan pelanggan NAVAKA Home yang langsung berkunjung ke tokonya.
“Sekitar 80 persen pelanggan NAVAKA kami dapatkan secara online, dan hanya 20 persen pembeli yang kebanyakan merupakan warga sekitar toko,” ujarnya, seraya menambahkan, ada perbedaan besar antara berjualan secara online dan saat berhadapan dengan calon pembeli secara fisik.
Menurut Rina, berjualan dengan cara bertemu langsung dengan pelanggan memungkinkannya untuk menerangkan produk sedetail-detailnya, bukan hanya tentang keunggulan, namun juga jika barang tersebut terdapat ‘cacat’.
“Jika ada bagian yang rusak, saya bisa langsung menunjukkannya kepada pelanggan, dan bisa terjadi negosiasi saat itu juga, apakah pelanggan keberatan dan tidak jadi beli, atau tidak mempermasalahkannya,” jelas Rina.
Sementara, berjualan secara daring menuntutnya harus lebih rinci dalam menjelaskan keistimewaan produk-produknya, termasuk jika ada kekurangan.
“Kalau berjualan di online, sekali orang kecewa dengan barang kita, maka seterusnya nggak mau beli lagi,” ucap Rina.
Dengan memaparkan secara terbuka dan jelas tentang kelebihan dan kekurangan barang-barang yang dijual, para pelanggan semakin memercayai NAVAKA Home dalam memenuhi kebutuhan perabotan mereka, seperti sofa dan meja tamu, meja rias, meja makan, tempat tidur, dan kasur, yang menjadi produk andalan toko furniture tersebut.
Oleh karena itu, kata Rina, “Produk yang kami jual tidak boleh ditumpuk, tapi harus dipamerkan supaya para pelanggan bisa membayangkan jika produk yang diminati sudah sampai di rumah mereka.”
Hal tersebut jugalah yang membuat NAVAKA tidak ‘terjebak’ dalam ‘perang harga’ e-commerce. “Perang harga memang ada, dan NAVAKA tidak mungkin menang karena ada banyak sekali toko online yang menjual barang yang sama tapi harganya jauh lebih murah dibandingkan harga kami.”
Tapi, lanjutnya, “Alhamdulillah, NAVAKA punya banyak pelanggan setia, dan jumlah pelanggan baru juga bertambah sampai di seluruh Indonesia, karena kami juga melayani pengiriman hingga ke Sulawesi, Maluku, dan Ambon.”
Selain itu, konsistensi dan kreativitas dalam membuat dan mempublikasikan konten di media sosial juga menjadi kunci sukses pemasaran produk NAVAKA.
“Saya gaptek, tapi punya banyak ide untuk membuat konten edukasi mengenai kualitas produk yang informatif,” aku Rina, seraya mengungkapkan bahwa kepemilikan NAVAKA dibagi bersama dua saudaranya, Riva dan Rika, yang masing-masing memiliki kemahiran dan kapasitas berbeda dalam mengembangkan bisnis.
“Saya bagian ‘memikirkan’ pengembangan bisnis, Riva ‘pegang’ keuangan, dan Rika yang masuk kategori Gen Z mengurus media sosial dan komunikasi langsung dengan para pelanggan,” jelas Rina.
Berkaitan dengan aktivitas pemasaran di TikTok, Rika menyoroti beberapa hal yang harus diperhatikan agar konten ‘jualan’ bisa menjadi FYP (for your page) atau halaman awal yang direkomendasikan bagi pengguna ketika membuka aplikasi tersebut.
“Video sebaiknya di-upload jam 7 pagi, lalu sekitar jam 12 siang, dan saat sore di jam 5-6. Ini waktu-waktu saat banyak pengguna TikTok membuka aplikasi. Kalau follower NAVAKA biasanya banyak yang lihat di jam 7 malam,” jelasnya dalam kesempatan yang sama di acara ‘KPMI Goes to Industry’.
“Di akhir pekan jangan lupa buat video livestreaming. Kalau bisa harus dibuat 3-4 hari sekali supaya follower tidak bosan dengan akun dan konten kita,” ujar Rika.
Tips lain adalah membuat caption yang menarik untuk setiap konten yang dipublikasikan. “Gambar foto dan video juga harus menarik. Makanya usahakan agar kita punya handphone yang bagus untuk men-support aktivitas online ini.”
“Hand phone adalah investasi terbaik bagi pengusaha online,” tegas Rika.
KPMI Goes to Industry episode kedua yang dituanrumahi oleh toko furniture NAVAKA Home diikuti oleh sejumlah pengusaha dari berbagai bidang yang berasal dari Kabupaten dan Kota Bogor, serta Tangerang, Banten.
Laporan: KPMI Bogor